NASIKH MANSUKH

|
 -->
 A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Kata naasikh berasal dari kata naskh yang secara etimologi mengandung beberapa arti , yaitu menghapus dan menghilangkan ( al-izaalat) , mengganti dan menukar ( at-tabdiil), memalingkan (at-tahwiil) , dan menukilkan dan memindahkan (an-naql). Jadi naasikh adalah sesuatu yang menghapus, mengganti dan membatalkan atau yang tidak memberlakukan . adapun mansuukh adalah sesuatu yang dihapus , diganti dan dibatalkan atau yang tidak diberlakukan.
Sedangkan secara terminologi arti nasikh dan mansukh adalah membatalkan pelaksanaan hukum syara dengan dalil yang datang kemudian, yang menunjukkan penghapusannya secara jelas atau implisit (dhimni). Baik penghapusan itu secara keseluruhan atau sebagian, menurut kepentingan yang ada. Atau melahirkan dalil yang datang kemudian yang secara implisit menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu.

Pengertian naskh secara terminlogi digolongkan ke dalam dua golongan yaitu :
1. Menurut ulama Mutakadimin (abad ke 1 hingga abad ke 3 H) arti nasikh dan mansukh dari segi terminologi mencakup :
a. pembatalan hukum yang ditetapkan kemudian.
b. pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian.
c. penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang belum jelas(samar), dan penetapan syarat terhadap hukum yang terdahulu yang belum bersyarat.
Di samping itu ada pula yang berpendapat bahwa istilah tersebut berarti pembatalan ketetapan hukum yang ditetapkan pada suatu kondisi tertentu oleh ketetapan lain yang berbeda akibat munculnya kondisi lain. Misalnya, perintah agar kaum muslimin pada periode Mekkah bersabar karena kondisi mereka lemah telah di naskh oleh adanya perintah berperang pada periode Madinah karena kondisi mereka sudah kuat.
Bahkan ketetapan hukum Islam yang membatalkan hukum yang berlaku pada masa sebelum Islam termasuk dalam pengertian naskh.
2. Menurut ulama Muta`akhirin ( setelah abad 3 H) mempersempit pengertian yang luas itu. Menurut mereka, naskh adalah ketentuan hukum yang datang kemudian untuk membatalkan masa berlakunya hukum terdahulu. Artinya , ketetapan hukum yang terdahulu tidak berlaku lagi dengan adanya ketetapan hukum yang baru.[1]
B. Kriteria dan Macam-Macam Naskh
            Sebagian ulama yang menerima adanya naskh berpendapat bahwa naskh baru dapat dilakukan apabila:
1.  Terdapat dua ayat yang saling bertentangan dan tidak dapat dikompromikan.
2.  Harus diakui secara meyakinkan urutan turunnya, ayat nâsikh lebih akhir dibanding ayat yang Mansûkh.
3.   Hukum yang manskûh tidak abadi, tapi bersifat sementara, karenanya ayat-ayat tertentu bisa saja di-naskh.

Secara umum naskh dapat dibagi sebagai berikut:
1.      Naskh Alquran dengan Alquran.
2.      Naskh Sunnah dengan Sunnah.
3.      Naskh Sunnah dengan Alquran.
4.      Naskh Alquran dengan Sunnah.
           
Bagi uluma yang setuju dengan adanya naskh dalam Alquran, naskh dibagi menjadi tiga:
1.      Mansûkh tilâwah-nya, yakni redaksi ayatnya dalam Alquran, akan tetapi hukumnya tetap berlaku. Seperti pada ayat rajam:
الشيخ و الشيخة إذا زنيا فارجموهما ألبتة نكالا من الله
Artinya, "Orang tua laki-laki dan perempuan apabila mereka berdua berzina maka rajamlah keduanya."

2.      Mansûkh hukumnya, sementara redaksinya tetap ada di dalam Alquran, seperti surat al-Mujadilah ayat 12:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَاجَيْتُمُ الرَّسُولَ فَقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَةً ذَلِكَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَأَطْهَرُ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Artinya, "Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat ini di-naskh hukumnya oleh surat al-Mujadalah ayat 13.
أَأَشْفَقْتُمْ أَن تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيْ نَجْوَاكُمْ صَدَقَاتٍ فَإِذْ لَمْ تَفْعَلُوا وَتَابَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya, "Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

3.      Mansûkh tilâwah dan hukumnya sekaligus. Contohnya adalah:
عشر رضعات معلومات يحرمن ثم نسخن بخمس معلومات
Artinya, "Sepuluh kali susuan yang tertentu mengharamkan (ibu susunya untuk dinikahi), kemudian Kami hapuskan dengan lima (kali susuan) yang tertentu (saja)."
-->[2]
 
C.  Cara Mengetahui Nasikh wa Mansukh

Nasikh dan Mansukh dalam dapat diketahui dengan salah-satu dari beberapa hal berikut ini:
1.      Pernyataan dari Rasulullah. (Nasikh wa Mansukh Alqur’an dan Hadits)
2.      Perkataan Sahabat. (Nasikh wa Mansukh Hadits)
3.      Mengetahui sejarah. (Nasikh wa Mansukh Hadits)
4.      Ijma’ ulama. (Nasikh wa Mansukh Hadits)

D.      Syarat-Syarat Nasakh

1.    Adanya mansukh (yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang dihapus itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu.
2.    Adanya mansukh bih (yang digunakan untuk menghapus) dengan syarat datangnya dari syari’ (Rasulullah saw).
3.    Adanya nasikh (yang berhak menghapus), dalam kaitan ini yaitu Rasulullah saw.
4.    Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu adalah orang-orang yang sudah akil baligh atau mukallaf). Karena yang menjadi sasaran hukum yang menghapus atau yang dihapus itu adalah tertuju pada mereka.

Sedangkan ‘Abd ‘Azhim al Zarqany mengemukakan bahwa nasakh baru dapat dilakukan apabila :
1.    Adanya dua hukum yang saling bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan, serta tidak diamalkan secara sekaligus dalam segala segi.
2.    Ketentuan hukum syara’ yang berlaku (menghapus) datangnya belakangan dari pada ketetapan hukum syara’ yang diangkat atau dihapus.
3.    Harus diketahui secara meyakinkan perurutan penukilan hadits-hadits tersebut sehingga yang lebih dahulu dinukilan ditetapkan sebagai mansukh dan yang dinukilkan kemudaannya sebagai nasikh.[3]

Referensi :
3.      http://jun-aidiii.blogspot.com/2012/03/hadits-nasikh-wa-mansukh.html

0 komentar: